Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan olahan pada era globalisasi ini, mendorong inovasi dan kreativitas pelaku usaha di bidang pangan olahan untuk memproduksi pangan yang inovatif dan sesuai selera konsumen. Pelaku usaha dituntut dapat bersaing secara sehat dan tanggap dalam melihat peluang, tantangan dan hambatan agar produk yang dihasilkan dapat diterima di masyarakat. Salah satu bahan yang umum ditambahkan dalam pangan olahan untuk dalam pengembangan suatu produk adalah Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk Pangan. Peraturan Pemerintah No 86 Tahun 2019 telah mengamanahkan Badan POM untuk melakukan pengaturan terhadap golongan, jenis, dan ambang batas maksimal dari BTP.
Penggunaan BTP dalam proses produksi pangan dapat dalam bentuk tunggal maupun campuran. Penggunaan BTP dalam bentuk sediaan campuran diinginkan untuk kemudahan aplikasinya oleh pelaku usaha pangan terutama UMKM. Namun kebijakan saat ini membatasi peggunaan sediaan BTP campuran yang diretail tidak dapat untuk BTP pemanis. Sehubungan dengan adanya pembatasan ini menjadi kendala pada produsen sediaan BTP terutama BTP pemanis yang menginginkan bahwa BTP pemanis buatan juga dapat diretail dalam kemasan yang lebih besar (tidak hanya dalam kemasan table top) untuk memudahkan pengguna dari BTP pemanis tersebut yaitu UMKM.
Menindaklanjuti hal tersebut maka perlu adanya revisi dari Peraturan Kepala Badan POM No. 8 Tahun 2016 tentang Persyaratan Bahan Tambahan Pangan Campuran. Badan POM menyelenggarakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Badan POM tentang Bahan Tambahan Pangan Campuran yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemangku kepentingan terkait serta memperoleh masukan dan tanggapan terhadap ketentuan yang diatur dalam rancangan peraturan ini, sehingga tercapai persamaan persepsi antara Badan POM dan pemangku kepentingan terkait.
Acara konsultasi publik rancangan peraturan ini diselenggarakan secara daring dan luring. Acara dibuka oleh Ibu Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Dra. Rita Endang, Apt., M.Kes dan dihadiri oleh unit teknis Badan POM, Tim Ahli Badan POM, perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Profesi, serta Asosiasi Pelaku Usaha.
Dalam rancangan peraturan terkait BTP Campuran ini, terdapat beberapa perubahan substansi dari peraturan sebelumnya, yaitu penambahan beberapa definisi pada ketentuan umum, penambahan klausul terkait perhitungan takaran penggunaan di antara Pasal 6 dan Pasal 7 dengan menyisipkan satu pasal (pasal 6A), serta penambahan lampiran contoh dan rumus perhitungan takaran penggunaan BTP campuran dalam pangan olahan.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan berharap dengan revisi Peraturan Kepala BPOM No 8 Tahun 2016 ini, dapat mengakomodir hambatan yang dialami oleh produsen dan industri pangan olahan khususnya produsen BTP campuran, serta kedepannya peraturan ini dapat diimplementasikan dengan baik. Direktur Standardisasi Pangan Olahan menyampaikan bahwa revisi peraturan ini memperjelas pengaturan takaran penggunaan BTP campuran dalam pangan olahan untuk memudahkan pelaku usaha dalam menghitung takaran penggunaan dari produknya, serta diikuti persyaratan pelabelan lainnya.
Tim ahli Badan POM, yaitu Prof. Dr. Sugiyono, M.App.Sc dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dr.rer.nat. Rahmana Emran dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menyampaikan apresiasi kepada BPOM yang telah melakukan review dan merevisi Peraturan Kepala BPOM No. 8 Tahun 2016 tentang Persyaratan BTP Campuran. Revisi peraturan ini diharapkan dapat mengakomodir inovasi dari pelaku usaha BTP campuran dan penggunaannya diharapkan akan lebih efektif dan aplikatif untuk pangan olahan.