A. Pendahuluan
Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) merupakan Pangan yang diproduksi atau yang menggunakan bahan baku, Bahan Tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik. Adapun proses rekayasa genetik pangan merupakan suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul. Hingga saat ini, jenis hayati yang umumnya digunakan dalam rekayasa genetik adalah mikroorganisme dan tumbuhan.
Pangan PRG telah diproduksi dan dipasarkan di berbagai negara untuk menjawab tantangan ketahanan pangan dunia, seperti tanaman PRG yang memiliki sifat-sifat unggul seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, dan cekaman lingkungan, toleran terhadap herbisida, atau peningkatan kualitas dan kuantitas produk. Hingga saat ini, proses rekayasa genetik masih terus dioptimalkan untuk mendapatkan produk produk Pangan yang lebih unggul.
Indonesia telah mengatur peredaran pangan PRG sejak tahun 1996 pada saat disahkannya UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang telah direvisi menjadi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Cartagena Protocol on Bio-safety to the Convention on Biological Diversity menjadi Undang – Undang No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Bio-Safety to The Convention on Biological Diversity. Kebijakan terhadap peredaran/penggunaan pangan PRG adalah dengan menerapkan prinsip pendekatan kehati–hatian (precautionary approach) dengan menetapkan ketentuan bahwa pangan PRG harus dikaji terlebih dahulu sebelum diedarkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
B. Dasar Hukum Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG)
Kontroversi produk-produk hasil rekayasa genetik sampai sekarang masih terus berlangsung. Berbagai isu global telah menjadikan produk ini aman bagi sebagian orang, tetapi dianggap berbahaya bagi sebagian orang. Mengingat masih banyaknya perbedaan pendapat maka masih diperlukan sikap hati-hati dan waspada. Untuk itulah pemerintah dan dunia internasional umumnya menangani hal ini dengan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) dan menyiapkan perangkat hukum untuk melindungi masyarakat dari akibat negatif produk-produk hasil rekayasa genetik. Sehubungan dengan adanya kekhawatiran tersebut dan pentingnya prinsip kehati-hatian, Indonesia sudah mempunyai perangkat hukum untuk melindungi masyarakat dari akibat negatif produk-produk hasil rekayasa genetik berupa:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagene Protocol on Biosafety to The Convention on Biological Diversity;
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik;
- Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan;
- Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2014;
- Keputusan Presiden Nomor 50/M Tahun 2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dalam Keanggotaan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik;
- Peraturan Badan POM Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Produk Rekayasa Genetik; dan
- Keputusan Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Hayati Genetik (KKH PRG) Nomor: KEP-06/KKH PRG/10/2019 tentang Perubahan Susunan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (TTKH PRG).
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, produsen yang akan menggunakan maupun memproduksi pangan Produk Rekayasa Genetik hanya dapat menggunakan pangan PRG yang telah mendapatkan persetujuan keamanan pangan PRG.
C. Pengkajian Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG)
Berdasarkan Pasal 77 ayat (1), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang memproduksi Pangan yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan”. Pangan PRG tersebut harus melalui pengkajian/penilaian keamanan pangan sebelum diedarkan (pre-market food safety assesment). Pengkajian dilakukan sebagaimana tertuang di dalam PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG, dan Peraturan Badan POM Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Produk Rekayasa Genetik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005, kelembagaan yang melaksanakan pengkajian adalah Komisi Keamanan Hayati (KKH) bertugas memberikan rekomendasi kepada:
- Kepala Badan POM untuk menerbitkan keputusan keamanan/peredaran pangan PRG yang dinyatakan sekaligus sebagai sertifikat keamanan pangan PRG;
- Menteri Pertanian untuk menerbitkan keputusan keamanan/peredaran pakan PRG; dan
- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menerbitkan keputusan keamanan/peredaran lingkungan PRG.
Dalam rangka pemberian rekomendasi keamanan pangan PRG, KKH menugaskan Tim Teknis Keamanan Hayati Bidang Keamanan Pangan PRG (TTKHKP) untuk melakukan pengkajian keamanan pangan PRG. Pengkajian dilakukan terhadap:
- Informasi genetik yang meliputi:
- Deskripsi umum PRG;
- Deskripsi inang dan penggunaannya sebagai pangan;
- Deskripsi sumber gen;
- Deskripsi metode transformasi genetik; dan
- Karakterisasi modifikasi genetik.
- Informasi keamanan pangan yang meliputi:
- Kesepadanan substansial;
- Perubahan komposisi pangan;
- Alergenisitas;
- Toksisitas; dan
- Pertimbangan lain-lain yang meliputi:
- Gen penanda ketahanan terhadap antibiotik; dan
- Potensi akumulasi zat yang berdampak signifikan terhadap kesehatan manusia.
D. Skema Tata Cara Pengkajian Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG)
Berikut skema tata cara pengkajian Pangan Produk Rekayasa Genetik
Pemohon mengajukan permohonan pengkajian keamanan pangan PRG kepada Kepala Badan POM. Kepala Badan POM akan meminta Komisi Keamanan Hayati (KKH) untuk melakukan pengkajian keamanan pangan PRG. Pengkajian dilakukan oleh Tim Teknis Keamanan Hayati Bidang Keamanan Pangan PRG (TTKHKP). Hasil pengkajian akan dipublikasikan kepada masyarakat melalui website Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) selama 60 hari. Hasil pengkajian TTKHKP dan masukan dari masyarakat akan menjadi pertimbangan KKH dalam memberikan rekomendasi keamanan pangan PRG kepada Kepala Badan POM. Berdasarkan rekomendasi KKH, Kepala Badan POM menerbitkan surat persetujuan/penolakan keamanan pangan PRG.
Berikut Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) yang sudah mendapatkan Persetujuan Keamanan Pangan PRG (Sertifikat keamanan pangan PRG):